Rabu, 25 September 2013

Perbandingan GDP percapita dan GDP perlabor antara Indonesia dan Hongkong tahun 2009 dan 2010


Menurut pengertian yang dikeluarkan oleh World Bank, GDP perkapita adalah jumlah nilai tambah bruto barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua produsen dalam negeri (termasuk ditambahkan pajak produk dan dikurangi subsidi yang tidak termasuk dalam nilai produk) dibagi jumlah penduduk di negara tersebut. Nilainya dikonversikan dalam dolar Amerika, sehingga mata uang lokal suatu negara harus dikonversikan terlebih dahulu. GDP perworker adalah jumlah nilai tambah bruto barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua produsen dalam negeri (termasuk pajak produk dan dikurangi subsidi yang tidak termasuk dalam nilai produk) dibagi jumlah pekerja. Sedangkan Labor/pekerja adalah semua orang yang memasok tenaga kerja untuk produksi barang dan jasa selama periode tertentu tetapi tidak termasuk ibu rumah tangga dan pengasuh yang belum dibayar lainnya dan pekerja di sektor informal. 

Sementara dalam praktiknya, pengertian labor/pekerja setiap negara bervariasi. Melihat data Word Bank maka menarik untuk mefokuskan pada analisa negara Indonesia dan Hongkong. Walaupun saat ini Hongkong sebagai daerah admistratif China tetapi dalam data World Bank Hongkong diukur sebagai sebuah negara untuk menghitung pertumbuhan.  Hongkong dipilih karena memiliki keunikan pada kondisi GDP perlabor dan GDP percapita. GDP perlabor mengalami kenaikan walaupun jumlah pekerjanya menurun karena terjadi pemutusan hubungan kerja(PHK) yang berimplikasi dari Krisis ekonomi global 2009.
GDP percapita dan GDP perlabor  tahun 2009 dan 2010 Indonesia dan Hongkong
  
Negara
Jumlah Penduduk
% PEKERJA
Jumlah Pekerja
2009
2010
2009
2010
2009
2010
INDONESIA
237414495
239870937
67,5
67,4
116407260
117961804
HONGKONG
7003700
7067800
60,3
60,1
3707358,84
3696470,82
Sumber: World Bank

Negara
GDP REAL
GDP PERCAPITA
GDP LABOR
2009
2010
2009
2010
2009
2010
INDONESIA
539580000000
708027000000
2270
2950
4635
6002
HONGKONG
209283000000
224458000000
29900
31757
56450
60722
Sumber: World Bank

                Pada tahun 2009, GDP real Indonesia 2,58 kali lebih besar dari pada Hongkong yaitu GDP Indonesia sekitar $539580000000 dan Hongkong $ 209283000000 sedangkan GDP percapita Indonesia sekitar $2950 dan Hongkong $ 31757. Data tersebut menunjukkan bahwa GDP percapita Indonesia lebih kecil 10,8 kali dari GPD Percapita Hongkong walupun secara GPD real Indonesia lebih besar. Hal itu disebabkan jumlah penduduk Indonesia(237414495orang) lebih besar 33,89 kali dari pada jumlah penduduk Hongkong(7003700orang). Hal itu terjadi karena GDP Percapita dipengaruhi jumlah penduduk, sehingga semakin besar jumlah penduduk maka jumlah GDP percapita akan semakin rendah.
Hal yang sama juga terjadi pada GDP pada tahun 2010, GDP real Indonesia($708027000000)  3,15 kali lebih besar dari pada Hongkong ($224458000000) sedangkan GDP percapita Indonesia sekitar $2950 dan Hongkong $ 29900. Data tersebut menunjukkan bahwa GDP percapita Indonesia lebih kecil 14kali dari GPD Percapita Hongkong walupun secara GPD real Indonesia lebih besar 3,15 kali dari Hongkong. Hal itu disebabkan jumlah penduduk Indonesia(239870937orang) lebih besar 33,93 kali dari pada jumlah penduduk Hongkong(7067800orang). Berdasarkan data perbandingan GDP percapita tahun 2009 dan 2010 di Indonesia dan Hongkong terlihat bahwa terjadi peningkatan GDP percapita di dua negara tersebut. Walaupun terjadi peningkatan jumlah penduduk sebagai faktor pembagi GDP Real tetapi tidak terjadi penurunan GDP percapita dikarenakn GDP real(sebagai faktor yang dibagi) juga mengalami kenaikan yang besar.
Sedangkan GDP perlabor diperoleh dari hasil bagi antara GDP real dibagi dengan jumlah pekerja. Pada tahun 2009, GDP perlabor Indonesia($ 4635) 12,17   kali lebih kecil dari Hongkong($ 56450). Hal itu terjadi karena jumlah pekerja Hongkong (3707358 orang) lebih kecil  31,39 kali dari pada jumlah pekerja Indonesia(116407260 orang). Hal itu mengindikasikan bahwa  pekerja di Hongkong memiliki produktifitas tinggi dibandingkan Indonesia yang ditunjukkan dari GDP perlabor Indonesia lebih kecil. GDP perlabor dipengaruhi jumlah pekerja, sehingga semakin besar jumlah pekerja dengan GDP real yang tetap maka GDP percapita akan semakin rendah.  Sedangkan pada tahun 2010 GDP perlabor Indonesia($6002) 10.11 kali lebih kecil dari Hongkong($60722). Hal itu terjadi karena jumlah pekerja Hongkong (3696470orang) lebih kecil  31,91 kali dari pada jumlah pekerja Indonesia(117961804orang).  
GDP perlabor Hongkong dan Indonesia pada tahun 2009 dan 2010 menunjukkan terjadi kenaikan. GDP perlabor Indonesia pada 2010 meningkat $1366,89 atau senilai 29,49% dari GDP perlabor 2009. Sedangkan GDP perlabor Hongkong pada 2010 meningkat  $4271,54 atau sebesar 7,5%. Apabila dilihat dari pertumbuhan jumlah pekerja maka terlihat bahwa jumlah pekerja Indonesia bertambah sebesar 1554544 pekerja atau sebesar 1,33% sedangkan jumalah pekerja Hongkong tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 10888 pekerja atau sebesar 0,29%.
GDP perkapita hanya menunjukkan gambaran GDP perorang disuatu negara sehingga mengabaikan perbedaan produktifitas antara yang bekerja dengan pengangguran.  GDP perkapita yang tinggi bisa disebabkan sedikitnya jumlah penduduk walaupun sebenarnya GDP real rendah. Kondisi sebaliknya juga terjadi, apabila menggunakan perhitungan GDP perkapita maka negara yang memiliki GDP Real tinggi dan GDP perkapita rendah karena disebabkan jumlah penduduk yang terlalu banyak. Sehingga agar GDP percapita tinggi maka dengan GDP real yang sama harus memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit.
GDP perlabor selalu menunjukkan angka yang lebih besar dari pada GDP percapita karena pada GDP perworker hanya membagi kepada jumlah pekerja sedangkan pada GDP perkapita berarti GDP real harus dibagi dengan jumlah penduduk yang bekerja ditambah dengan jumlah yang tidak bekerja. Sehingga hal itu menyebabkan GDP percapita selalu rendah dari pada GDP perworker.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi GDP perworker, seperti yang diungkapkan oleh  Hall and Jones(1999) dalam jurnalnya  “Why Do Some Countries Produce So Much More Output Per Worker Than Others?” Dalam  hasil jurnal tersebut ditunjukkan adanya perbedaan output perkapita dari 127 negara  . Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan output per-worker dilihat dari 3 komponen yaitu  labor, skil labor dan faktor produksi(residual). Secara ilmu ekonomi sederhana, banyaknya jumlah labor(pekerja) , skill pekerja dan tekhnologi  akan menghasilkan lebih banyak barang dan jasa tetapi ternyata hasil jurnal menunjukkan pengaruh dari faktor produksi lain yang selama ini dianggap tetap(residual/eror) memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap besarnya produksi. Misalnya di suatu Negara jika birokrasinya sulit, aturannya banyak dan berliku, masyarakat yang tidak kondusif baik dari segi keamanan dan politik maka semuanya merupakan bagian dari social infrastruktur yang dapat mempengaruhi output per-worker sebab hal-hal tersebut akan termasuk dalam biaya lain-lainnya(residual) yang dapat meningkatkan biaya transaksi. Sehingga biaya transaksi akan mempengaruhi produktifitas. Besarnya pengaruh sosial infrastruktur juga dipaparkan dalam doing business bahwa produktivitas suatu negara dapat dilihat dari beberapa kategori yaitu kemudahan pembukaan usaha, perizinan konstruksi dan registrasi properti. Dalam Doing bussines menujukkan Output  perworker amerika yang diberi indeks 1,000 dan rusia 0,417. Padahal jika dilihat perbedaan dalam capital maupun education hanya sedikit perbedaan. Kapital Rusia 1,231 sedangkan Amerika 1,000. Pendidikan Amerika menunjukkan indeks 1,000 sedangkan Rusia 0,724.Ternyata yang beda  jauh terletak dalam indeks A (residual) yaitu Rusia sebesar 0,468 dan Amerika 1,000. Jurnal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan output per-worker disebabkan oleh faktor A (residual). Diteori sederhana Solow menunjukkan bahwa A adalah produktivitas sedangkan dalam jurnal Hall dan Jones menunjukkan secara lebih detail , bahwa variable di A adalah variable yang dalam teori sederhana selalu diabaikanya itu dianggap cateris paribus. Cateris paribus menjelaskan bahwa dalam kondisi tersebut tidak ada perubahan pada faktorlain(kondisisempurna). Padahal sebenarnya variabel-variabel yang dianggapcateris paribus tersebut memilik inilai yang dapat mempengaruhi produktifitas.Misalnya di suatu Negara jika birokrasinya sulit, aturannya banyak dan berliku, masyarakat yang tidak kondusif baik dari segi keamanan dan politik maka semuanya merupakan bagian dari social infrastruktur yang dapat mempengaruhi output per-worker sebab hal-hal tersebut akan termasuk dalam biaya lain-lainnya(residual) yang dapat meningkatkan biaya transaksi. Sehingga biaya transaksiakan mempengaruhi produktifitas. (Data dapat dilihatseperti table dibawah ini)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa GDP perworker yang besar dengan kondisi  jumlah pekerja yang kecil menunjukkan terdapat produktifitas pekerja tinggi atau kondisi yang kondusif untuk investasi atau terjadi keduanya.







0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com