Human
trafficking atau yang dikenal dengan penjualan manusia merupakan tindak
kriminalitas yang masih rentan di Indonesia. Pada human trafficking ini yang
menjadi koran adalah wanita dan anak-anak. Tindak kriminal ini merupakan salah
satu tindak kriminal dalam bentuk pelanggaran Hak Azasi Manusia karena korban
dirampas hak kebebasannya dan mereka mendapat perlakuan seperti kekerasan,
pelecehan seksual dan sebagainya. Perempuan dan anak adalah yang paling banyak
menjadi korban perdagangan orang, menempatkan mereka pada posisi yang sangat
beresiko khususnya yang berkaitan dengan kesehatannya baik fisik maupun mental
spiritual, dan sangat rentan terhadap tindak kekerasan, kehamilan yang tak
dikehendaki, dan infeksi penyakit seksual termasukHIV/AIDS.
Sejarah
Perdagangan Orang di Indonesia.
Perbudakan
atau penghambaan pernah ada dalam sejarah Bangsa Indonesia. Pada jaman
raja-raja Jawa dahulu, perempuan merupakan bagian pelengkap dari sistem
pemerintahan feodal. Pada masa itu, konsep kekuasaan seorang raja digambarkan
sebagai yang agung dan mulia. Raja mempunyai kekuasan penuh, antara lain
tercermin dari banyaknya selir yang dimilikinya. Beberapa orang dari selir
tersebut adalah putri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda
kesetiaan, sebagian lagi persembahan dari kerajaan lain, tetapi ada juga yang
berasal dari lingkungan kelas bawah yang di-“jual” atau diserahkan oleh
keluarganya dengan maksud agar keluarga tersebut mempunyai keterkaitan langsung
dengan keluarga istana. Sistem feodal ini belum menunjukkan keberadaan suatu
industri seks tetapi telah membentuk landasan dengan meletakkan perempuan
sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dan untuk menunjukkan
adanya kekuasaan dan kemakmuran. Pada masa penjajahan Belanda, industri seks
menjadi lebih terorganisir dan berkembang pesat yaitu untuk memenuhi kebutuhan
pemuasan seks masyarakat Eropa seperti serdadu, pedagang dan para utusan yang
pada umumnya adalah bujangan. Pada masa pendudukan Jepang (1941-1945),
komersialisasi seks terus berkembang. Selain memaksa perempuan pribumi dan
perempuan Belanda menjadi pelacur, Jepang juga membawa banyak perempuan ke Jawa
dari Singapura, Malaysia dan Hong Kong untuk melayani para perwira tinggi
Jepang (Hull, Sulistyaningsih dan Jones 1997).
Dalam
era kemerdekaan terlebih di era reformasi yang sangat menghargai Hak Asasi
Manusia, masalah perbudakan atau penghambaan tidak ditolerir lebih jauh
keberadaannya. Secara hukum Bangsa Indonesia menyatakan bahwa perbudakan atau penghambaan
merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diancam dengan pidana
penjara lima sampai dengan lima belas tahun (Pasal 324-337 KUHP). Namun
kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang meng-akselerasi
terjadinya globalisasi, juga dimanfaatkan oleh hamba kejahatan untuk
menyelubungi perbudakan dan penghambaan itu ke dalam bentuknya yang baru yaitu:
perdagangan orang (trafficking in persons), yang beroperasi secara tertutup dan
bergerak di luar hukum. Pelaku perdagangan orang (trafficker) - yang dengan
cepat berkembang menjadi sindikasi lintas batas negara - dengan sangat halus
menjerat mangsanya, tetapi dengan sangat kejam mengeksploitasinya dengan
berbagai cara sehingga korban menjadi tidak berdaya untuk membebaskan diri.
Pengertian
Pengertian
mengenai perdagangan orang mengalami perkembangan sampai ditetapkannya Protocol
to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons Especially Women and
Children Suplementing the United Nation Convention Against Transnational Organized
Crime tahun 2000. Dalam protokol tersebut yang dimaksudkan dengan perdagangan
orang adalah:(a) ...the recruitment, transportation, transfer, harbouring or
receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of
coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a
position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits
to achieve the consent of a person having control over another person, for the
purposes of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the
exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual
exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to
slavery, servitude or the removal of organs. (“... rekrutmen, transportasi, pemindahan,
penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau
pencurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun
penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang
secara minimal termasuk ekspolitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk
eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau
praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ
tubuh”).
Definisi
ini diperluas dengan ketentuan yang berkaitan dengan anak di bawah umur (di
bawah 18 tahun), bahwa: The recruitment, transportation, transfer, harbouring
or receipt of a child for the purpose of exploitation shall be considered
“trafficking in persons” even if this does not involve any of the means set
forth in subparagraph (a). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
unsur-unsur dari perdagangan orang (Harkristuti, 2003), adalah:
1.
Perbuatan: merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan atau menerima.
2.
Sarana (cara) untuk mengendalikan korban: ancaman, penggunaan paksaan, berbagai
bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan
atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.
3.
Tujuan:eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk ekspoitasi seksual
lainnya,
kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ tubuh.
Dari
ketiga unsur tersebut, yang perlu diperhatikan adalah unsur tujuan, karena
walaupun untuk korban anak-anak tidak dibatasi masalah penggunaan sarananya,
tetapi tujuannya tetap harus untuk eksploitasi.
Pengertian
menurut Protocol tersebut menjiwai definisi perdagangan perempuan dan anak
sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 88 Tahun 2002 tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, yang
menyatakan: “Perdagangan perempuan dan anak adalah segala tindakan pelaku
(trafficker) yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan,
pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan,
penerimaan dan penampungan sementara atau di tempat tujuan – perempuan dan anak
- dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan,
penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika
seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan
hutang, dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, di
mana perempuan dan anak digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi
seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan
jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri
pornografi, pengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh, serta
bentuk-bentuk eksploitasi lainnya”.
Perdagangan
orang berbeda dengan penyeludupan orang (people smuggling). Penyelundupan orang
lebih menekankan pada pengiriman orang secara illegal dari suatu negara ke
negara lain yang menghasilkan keuntungan bagi penyelundup, dalam arti tidak
terkandung adanya eksploitasi terhadapnya. Mungkin saja timbul korban dalam
penyelundupan orang, tetapi itu lebih merupakan resiko dari kegiatan yang
dilakukan dan bukan merupakan sesuatu yang telah diniatkan sebelumnya.
Sementara kalau perdagangan orang dari sejak awal sudah mempunyai tujuan yaitu
orang yang dikirim merupakan obyek ekploitasi. Penipuan dan pemaksaan atau
kekerasan merupakan unsur yang esensiil dalam perdagangan orang.
Kelompok Rentan.
Perdagangan
orang dapat mengambil korban dari siapapun: orang- orang dewasa dan anak-anak,
laki-laki maupun perempuan yang pada umumnya berada dalam kondisi rentan,
seperti misalnya: laki-laki, perempuan dan anak-anak dari keluarga miskin yang
berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan; mereka yang berpendidikan
dan berpengetahuan terbatas; yang terlibat masalah ekonomi, politik dan sosial
yang serius; anggota keluarga yang menghadapi krisis ekonomi seperti hilangnya
pendapatan suami/orang tua, suami/orang tua sakit keras, atau meninggal dunia;
anak- anak putus sekolah; korban kekerasan fisik, psikis, seksual; para pencari
kerja (termasuk buruh migran); perempuan dan anak jalanan; korban penculikan;
janda cerai akibat pernikahan dini; mereka yang mendapat tekanan dari orang tua
atau lingkungannya untuk bekerja; bahkan pekerja seks yang menganggap bahwa
bekerja di luar negeri menjanjikan pendapatan lebih.
Modus
operandi rekrutmen terhadap kelompok rentan tersebut biasanya dengan rayuan,
menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau janji palsu,
menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang,
mengawini atau memacari, menculik, menyekap, atau memperkosa. Modus lain
berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis entertainment, kerja di perkebunan
atau bidang jasa di luar negeri dengan upah besar. Ibu-ibu hamil yang kesulitan
biaya untuk melahirkan atau membesarkan anak dibujuk dengan jeratan utang
supaya anaknya boleh diadopsi agar dapat hidup lebih baik, namun kemudian
dijual kepada yang menginginkan. Anak-anak di bawah umur dibujuk agar bersedia
melayani para pedofil dengan memberikan barang- barang keperluan mereka bahkan
janji untuk disekolahkan.
Memalsu
identitas banyak dilakukan terutama untuk perdagangan orang ke luar negeri.
RT/RW, Kelurahan dan Kecamatan dapat terlibat pemalsuan KTP atau Akte
Kelahiran, karena adanya syarat umur tertentu yang dituntut oleh agen untuk
pengurusan dokumen (paspor). Dalam pemrosesannya, juga melibatkan dinas-dinas
yang tidak cermat meneliti kesesuaian identitas dengan subyeknya.
Korban
yang direkrut di bawa ke tempat transit atau ke tempat tujuan sendiri-sendiri
atau dalam rombongan, menggunakan pesawat terbang, kapal atau mobil tergantung
pada tujuannya. Biasanya agen atau calo menyertai mereka dan menanggung biaya
perjalanan. Untuk ke luar negeri, mereka dilengkapi dengan visa turis, tetapi
seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk dalam penanganan masalah keuangan.
Seringkali
perjalanan dibuat memutar untuk memberi kesan bahwa perjalanan yang ditempuh
sangat jauh sehingga sulit untuk kembali. Bila muncul keinginan korban untuk
kembali pulang, mereka ditakut-takuti atau diancam.
Di
tempat tujuan, mereka tinggal di rumah penampungan untuk beberapa minggu
menunggu penempatan kerja yang dijanjikan. Tetapi kemudian mereka dibawa ke
bar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan mulai
dilibatkan dalam kegiatan prostitusi. Mereka diminta menandatangani kontrak
yang tidak mereka mengerti isinya. Jika menolak, korban diminta membayar
kembali biaya perjalanan dan “tebusan” dari agen atau calo yang membawanya.
Jumlah yang biasanya membengkak itu menjadi hutang yang harus ditanggung oleh
korban.
Pelaku
trafficking menggunakan berbagai teknik untuk menanamkan rasa takut pada korban
supaya bisa terus diperbudak oleh mereka. Ada beberapa cara yang dilakukan oleh
para pelaku terhadap korban antara lain.:
1. Menahan gaji agar korban tidak memiliki uang untuk melarikan diri;
2. Menahan paspor, visa dan dokumen penting lainnya agar korban tidak
dapat bergerak leluasa karena takut ditangkap polisi;
3. Memberitahu korban bahwa status mereka ilegal dan akan dipenjara
serta dideportasi jika mereka berusaha kabur;
4. Mengancam akan menyakiti korban dan/atau keluarganya; Membatasi
hubungan dengan pihak luar agar korban terisolasi dari mereka yang dapat
menolong;
5. Membuat korban tergantung pada pelaku trafficking dalam hal makanan,
tempat tinggal, komunikasi jika mereka di tempat di mana mereka tidak paham
bahasanya, dan dalam "perlindungan" dari yang berwajib; dan
6. Memutus hubungan antara pekerja dengan keluarga dan teman;
Selain
cara-cara diatas yang kerap dilakukan oleh para pelaku trafficking ada beberapa
bentuk trafficking yang terjadi khususnya pada anak-anak dan perempuan baik di
dalam maupun di luar negeri. Antara lain, kerja paksa seks dan eksploitasi
seks, pembantu rumah tangga, penari, penghibur, kedok pertukaran budaya,
pengantin pesanan, penjualan bayi, dan buruh anak. Perlu diingat bahwa kasus
perdagangan manusia ini dapat terjadi dalam lingkup domestik antara desa dan
kota (urbanisasi) maupun lintas batas negara (trans-nasional).
Penyebab terjadinya
Human Trafficking
Dalam
sebuah penelitian yang dilakukan oleh ILO-IPEC pada tahun 2003 di Jawa Tengah,
DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jakarta, dan Jawa Barat menyimpulkan bahwa
trafficking di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks karena juga
diperluas oleh faktor ekonomi dan sosial budaya.
1.
Kualitas Hidup
Kualitas
hidup miskin di daerah pedesaan dan desakan kuat untuk bergaya hidup
materialistik membuat anak dan orang tua rentan dieksplotasi oleh para pelaku
trafficking. Disamping diskriminasi terhadap anak perempuan, seperti kawin
muda, nilai keperawanan, pandangan anak gadis tidak perlu pendidikan tinggi
menjadi kunci faktor pendorong. Kemiskinan telah memaksa banyak keluarga untuk
merencakanan strategi penopang kehidupan mereka termasuk bermigrasi untuk
bekerja dan bekerja karena jeratan hutang, yaitu pekerjaan yang dilakukan
seseorang guna membayar hutang. Selain itu kurangnya pendidikan juga
mempengaruhi. Orang dengan pendidikan yang terbatas memiliki lebih sedikit
keahlian/skill dan kesempatan kerja dan mereka lebih mudah diperdagangkan
karena mereka bermigrasi mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian.
2.
Perilaku Konsumtif.
Pemicu
trafiking terjadi karena ada beberapa faktor, tetapi yang paling sering
ditemukan adalah gaya hidup yang konsumtif. Orang cenderung menghalalkan segala
cara untuk memenuhi kebutuhannya. Terlebih untuk kalangan remaja gaya hidup
yang bermula di lingkungan sekolah atau dirumah dapat menyebabkan
perilaku-perilaku konsumtif yang pastinya mengarah pada hal-hal yang negatif. Bila seseorang tidak bisa mengimbangi gaya
hidup, maka akan diikuti dengan faktor kejahatan. Selain itu, orang tua jadi
faktor yang mendorong pelaku. Gaya hidup yang konsumtif mendominasi masyarakat
belakangan ini. Yang memprihatinkan, gara-gara ekonomi yang lemah dan tuntutan gaya
hidup tinggi, menjadi faktor mendasar trafficking.Seharusnya remaja dan
masyarakat umum harus mampu mengendalikan diri untuk mengurangi gaya hidup yang
konsumtif. Maraknya kasus trafiking yang menimpa anak-anak remaja, yang
dijadikan pekerja seks komersial, kadang dilatarbelakangi keinginan korban
untuk memebuhi kebutuhan hidup, seperti HP yang keren, baju yang bagus, bahkan
uang untuk berfoya-foya.
3.Faktor
Budaya Masyarakat
a. Peran perempuan dalam keluarga. Meskipun
norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan adalah di rumah sebagai
istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan seringkali menjadi pencari nafkah
tambahan/pelengkap buat kebutuhan keluarga. Rasa tanggung jawab dan kewajiban
membuat banyak wanita bermigrasi untuk bekerja agar dapat membantu keluarga
mereka.
b. Peran anak dalam keluarga.
Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga membuat
anak-anak rentan terhadap praktek trafficking.
c. Perkawinan dini. Perkawinan dini
mempunyai implikasi yang serius bagi para anak perempuan termasuk bahaya
kesehatan, putus sekolah, kesempatan ekonomi yang terbatas, gangguan
perkembangan pribadi, dan seringkali, juga perceraian dini. Anak-anak perempuan
yang sudah bercerai secara sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan
terhadap praktek trafficking hal ini disebabkan kerapuhan ekonomi mereka.
d. Sejarah pekerjaan karena jeratan
hutang. Praktek menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman
merupakan strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima oleh
masyarakat. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan hutang
khususnya, rentan terhadap kondisi-kondisi yang sewenang-wenang dan kondisi
yang mirip dengan perbudakan.
e. Kurangnya pencatatan kelahiran.
Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa trafficking karena
usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Anak-anak yang
perdagangkan, misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang
memintanya.
f. Korupsi dan lemahnya penegakan
hukum.Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang korup dapat disuap oleh pelaku
trafficking untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang bersifat kriminal.
Para pejabat pemerintah dapat juga disuap agar memberikan informasi yang tidak
benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte kelahiran, dan paspor yang membuat
buruh migran lebih rentan terhadap trafficking karena migrasi ilegal. Kurangnya
anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha trafficking menghalangi
kemampuan para penegak hukum untuk secara efektif menjerakan dan menuntut
pelaku trafficking.
Cara untuk menghapuskan
Human Trafficking, diantaranya:
1.
Hukuman. Sebaiknya peraturan pemerintah baik berupa undang-undang, Perpres
ataupun perda memberikan sanksi yang berat dan tegas kepada para pelaku Human
Traficking terutama para sindikat/bos/pelaku utama. Dalam pelaksanaannya
hukuman yang diberikan tidak boleh tebang pilih dan memberikan efek jera kepada
para pelaku. Aturan yang sudah ada harus benar-benar dilaksanakan jangan hanya
dijadikan aturan tanpa ada realisasinya.
2.
Kerjasama Penindakan Hukum. Perdagangan orang menjadi ancaman bagi keamanan
dalam negeri karena telah menjadi sumber penghasilan yang sangat besar bagi
sindikat kejahatan internasional. Sebagai bagian dari transnational organized
crime, perdagangan orang tidak dapat diperangi secara partial atau secara
sendiri-sendiri oleh masing-masing negara. Negara- negara yang anti perbudakan
dan berniat melindungi kehidupan warganegaranya harus bersatu padu bekerjasama
memerangi perdagangan orang. Kerjasama antar Pemerintah (G-to-G) antar LSM,
organisasi masyarakat dan perseorangan dalam dan luar negeri harus dibina dan
dikembangkan sehingga terbentuk kekuatan yang mampu memberantas kejahatan
teroganisir tersebut. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama semua pihak baik
di dalam negeri maupun luar negeri untuk menghapuskan Human Trafficking ini.
3. Pengawasan Lalu-lintas Lintas Batas
Negara
Kesatuan Republik Indonesia mempunyai wilayah yang luasnya 5.193.252 km2
terdiri dari sebagian besar lautan dan hanya 36,6 % berupa daratan. Daratan
yang ada merupakan rangkaian dari 17.000 pulau-pulau seluas total 1.904.443 km2
sehingga batas-batas antar wilayah kabupaten/kota dan propinsi di dalam negeri,
maupun dengan negara tetangga menjadi sangat “porous”, mudah ditembus dengan
berbagai cara. Perbatasan antara propinsi-propinsi di Pulau Sumatera dengan
Singapura dan dengan Semenanjung Malaysia yang melalui laut, sangat mudah
ditembus. Demikian pula perbatasan antara propinsi di Kalimantan dengan
Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) sangat mudah dilewati melalui “jalan-jalan
tikus” dari Kalimantan Barat menuju Kuching, Serawak atau dari Kalimantan Timur
menuju Tawau, Sabah. Demikian pula yang terjadi di perbatasan antara Papua
dengan Papua New Guinea. Oleh karena itu perlu ditingkat pengawasan lalu lintas
lintas batas antar negara.
4.
Perlindungan Korban
Perlindungan
korban perdagangan orang meliputi kegiatan: penampungan dalam tempat yang aman,
pemulangan (ke daerah asalnya atau ke dalam negeri) termasuk upaya pemberian
bantuan hukum dan pendampingan, rehabilitasi (pemulihan kesehatan fisik,
psikis), reintegrasi (penyatuan kembali ke keluarganya atau ke lingkungan
masyarakatnya) dan upaya pemberdayaan (ekonomi, pendidikan) agar korban tidak terjebak
kembali dalam perdagangan orang.
Daftar
Pustaka
Dian. 2010.“Gaya
Hidup Modern Pemicu Human Trafficking Paling Tinggi “. Diunduh pada 3 Juni 2010
di google.com
Truman, Harry. 2007. “Kebijakan Pemerintah Dalam
Memberantas Kejahatan Kemanusiaan (Human Trafficking)”. Diunduh pada tanggal 3 Juni 2010 di
http://www.w3.org/Harry Truman's Site -
Trafficking.
Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan
tindak pidana perdagangan orang.
Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat.2004.
“Penghapusan Perdagangan Orang.”. Jakarta.
Tidak diterbitkan.
mantab, thanks ya, ane kutip dikit..
BalasHapusLucky 777 Casino Dr, Las Vegas, NV - MapYRO
BalasHapusAddress: 경기도 출장안마 777 Casino Dr, Las Vegas, NV 89109. 3-star. 853116 S Casino Dr, 세종특별자치 출장안마 Las 밀양 출장안마 Vegas, NV 서귀포 출장마사지 89109. Get Directions · 영천 출장안마 From MapYRO.