Ada beberapa pertanyaan dasar yang sering dipertanyakan dalam kajian ekonomi mikro. Beberapa pertanyaan dan jawaban dapat dilihat dalam tulisan ini.
1. Pertanyaan: Apakah peran pemerintah sudah efektif dalam mengoptimalkan fungsi mekanisme pasar tersebut? Elaborasi mengapa berpandangan demikian?
Jawaban :
Sesuai perkembangan dan kemajuan akibat semakin
majunya teknologi dan banyaknya penemuan-penemuan baru serta semakin terbukanya
perekonomian antar negara, menyebabkan begitu banyak kepentingan yang saling
terkait dan berbenturan. Hal ini menyebabkan peran pemerintah semakin
dibutuhkan dalam mengatur sistem perekonomian, meliputi Peranan Alokasi, Peranan Distribusi dan Peranan Stabilisasi.
Mekanisme pasar menunjukkan bahwa harga yang terbentuk
adalah harga keseimbangan. Ketika mekanisme pasar tidak tercapai maka berarti
tidak terjadi keseimbangan antara maksimal utilitis dan maksimal profit ,
berarti ada pihak yang dirugikan karena terjadinya kegagalan mekanisme pasar. Kegagalan
pasar akan mengurangi hasil ekonomi. Untuk memperbaiki kegagalan tersebut maka
perlu adanya campur tangan pemerintah untuk menjamin adanya efisiensi,
pemerataan, dan stabilitas ekonomi.
Kegagalan pasar terjadi karena adanya factor-faktor di bawah
ini, yaitu:
1.
Adanya Common Goods(Baranag publik). Kegagalan pasar
didorong karena pasar menawarkan barang yang bernilai bagai banayak konsumen.
Barang publik adalah barang yang disediakan murah bagi konsumen dan jika ada
yang menkonsumsinya maka akan sulit untuk mencegah orang lain untuk
mengkonsumsinya juga. Oleh karena itu, pada kondisi seperti itu maka perlu
adanya campur tangan pemerintah dalam mengakomodir dan memecahkan permaslahan yang
ada.
2.
Adanya eksternalitas. Kadang harga pasar yang terjadi tidak
mencerminkan kegiatan produsen dan konsumen. Terkadang eksternalitas muncul
akibat dari kegiatan-kegitan konsumsi
dan produksi yang tidak tercermin langsung pada harga pasar. Peran
penting negara lainnya secara langsung dan tidak langsung di dalam kehidupan
ekonomi adalah untuk menghindari dampak eksternalitas, khususnya dampak bagi
lingkungan alam dan sosial. Pada umumnya, mekanisme pasar tidak mengatasi
dampak eksternalitas seperti pencemaran lingkungan, yang timbul karena
persaingan antar lembaga ekonomi. Misalnya, sebuah pabrik kecap. Menurut
standar industri yang sehat, pabrik tersebut seharusnya, membangun fasilitas
pembuangan limbah, tetapi mereka membuangnya ke sungai. Jika pemerintah tidak
mengambil tindakan tegas, antara lain dengan memaksa pabrik tersebut membangun
fasilitas pembuangan pabrik, akan semakin banyak penduduk yang menderita akibat
polusi limbah pabrik tersebut. Harga yang muncul pada sektor produksi merupakan
akumulasi biaya faktor produksi+transportasi dan iklan sedangkan biaya
kerusakan/eksternalitas negatif tidak termasuk, tidak ada pihak yang
memusakkannya dalam perhitungan biaya.
3.
Informasi yang tidak lengkap. Jika konsumen maupun produsen
memiliki informasi yang tidak lengkap maka sistem pasar tidak akan berjalan
efisien. Kurangya informasi pada konsumen akan menyebabkan produsen memiliki
insentif untuk menjual suatu barang lebih mahal dari harga seharusnya sehingga
konsumen tidak mencapai maksimal utilitas atau justru kekurangan informasi
dapat menyebabkan produsen menjual terlalu banyak untuk sutau produk dan
terlalu sedikit untuk produk lainnya sehingga produsen tidak mampu
memaksimalkan profit yang bisa didapat. Contoh konsumen yang ingin membeli
kulkas bekas. Kondisi ini menunjukkan bahwa yang memiliki informasi lebih
lengkap adalah produsen sedangkan konsumen tidak maka produsen adalah pihak
yang dapat memaksimalkan profitnya. Masing-masing informasi ini dapat
menyebabkan inefisien pada pasar persaingan.
4.
Pengangguran. Pengangguran dapat
menggagalkan mekanisme pasar. Hal itu disebabkan pada kondisi tidak memiliki
pekerjaan maka seseorang akan menerima upah berapapun untuk
setiap pekerjaan. Selain itu , kondisi
unik pada pasar tenaga kerja dimana ada pengangguran yang tercipta karena belum
merasa bekerja sebagai sebuah kewajiban sebab upah yang ditawarkan tidak sesuai
dengan yang diharapkan dan masih ada pihak/keluarga yang menanggung biaya hidupnya. Padahal
secara teori pun seharusnya ada titik ekuilibrium dalam pasar tenaga
kerja. Sehingga kondisi tersebut menunjukkan
perlunya ada campur tangan pemerintah untuk mengatasinya.
Berdasarkan point-point diatas saya mencoba melihat
apakah pemerintah sudah efektif mengoptimalkan fungsi mekanisme pasar. Menurut
pendapat saya pemerintah sudah menjalankan kewajibannya untuk mencapai kondisi
ideal mekanisme pasar tetapi pada kondisi lapangannya peran pemerintah dinilai
belum efisien dalam mengoptimalkan
fungsi mekanisme pasar. Ketidakberdayaan pemerintah dalam mengatasi market failure menyebabkan terjadinya goverment failure, yang disebabkan oleh 1) Poor information, politisi tidak mengetahui apa yang diinginkan
publik; 2) Political interference; 3)
Biaya administrasi dalam birokrasi pemerintah untuk menjalankan pelayanan
publik (mark-up, korupsi), 4) Lack of incenties. Secara
garis besar ada beberapa tindakan yang telah dilakukan pemerintah agar mekanisme pasar
tetap berjalan sebagaimana mestinya , diantaranya yaitu:
1. Peran
pemerintah dalam regulasi. Hal itu dikarenakan mekanisme pasar tidak dapat
berfungsi tanpa keberadaan hukum yang dibuat pemerintah. Hukum memberikan
landasan bagi penerapan, termasuk pemberian hukuman bagi pelaku ekonomi yang
melanggarnya.
a. Pemerintah
membuat aturan/kebijakan untuk melindungi produsen dan konsumen melalui Floor Price dan seiling price. Kebijakan Floor Price bertujan sebagai
kebijakan penetapan harga minimum yang diberlakukan Pemerintah dalam rangka
melindungi produsen/penjual produk tertentu dan seiling price sebagai batas harga jual tertinggi yang boleh dicapai
oleh produsen untuk melindungi konsumen.
Dalam penetapan kebijakan harga tersebut maka pemerintah harus
menyiapkan anggaran untuk mengkover selisih harga sehingga pihak lainnya tidak
dirugikan. Namun pada kenyataannya memang tidak semua produk/komoditi bisa
dilindungi melalui mekanisme ini , hal itu dikarenakan adanya keterbatasan
anggaran pemerintah.
b. Aturan/
kebijakan terkait Tarif dan kuota . Pada perekonomian yang terbuka (global),
harga yang berlaku adalah harga internasional. Bila harga domestik lebih tinggi
dari harga internasional biasanya akan melakukan impor. Dalam rangka proteksi
terhadap produsen domestik Pemerintah menerapkan kebijakan tarif (pajak impor)
dan kuota(pembatasan jumlah produk). Namun yang terjadi adalah pemerintah
kurang konsisten terhadap arah kebijakannya. Misalnya seperti yang terjadi pada
kasus oil pulm. Pada awalnya
pemerintah ingin meningkatkan produksi
industri barang olahan sehingga melakukan
kebijakan tariff namun disisi lain pemerintah tidak memberikan insentif
untuk perusahaan yang mengelola olahan sawit serta tidak ada perlindungan
terhadap petani sawit sehingga mereka yang menjadi pihak yang menerima tekanan
ketika harga sawit harus dijual dengan lebih murah untuk menganggulangi beban
biaya ekspor yang ditetapkan pemerintah terhadap eksportir sawit sebagai bahan
baku
2. Peranan
Pemerintah sebagai fungsi alokasi. Hal ini perlu karena semua barang dan jasa
yang ada dapat disediakan oleh sektor swasta. Adanya barang yang tidak dapat
disediakan melalui sistem pasar ini disebabkan karena adanya kegagalan sistem
pasar.
a. Penyediaan
infrastruktur (infrastructure provisions)
merupakan Contoh dari barang/jasa yang tidak dapat disediakan melalui
sistem pasar mengingat tingginya biaya fix
cost sehingga sulit bagi pihak swasta untuk masuk kesektor ini.
Infrastruktur merupakan tindakan kebijakan yang pada dasarnya bukan bersifat
penetapan pengaturan(non-regulatory), dengan tujuan utamanya adalah menyediakan
hal tertentu yang bersifat infrastruktural dan barang publik (public goods)
dalam konteks bidang/isu tertentu,
misalnya jalan, pembersihan udara, dan sebagainya
b. Selain
itu pemerintah juga berperan pada Penyediaan Informasi/pedoman
(information/guidance).
Informasi/pedoman merupakan tindakan kebijakan yang pada dasarnya bukan
bersifat penetapan pengaturan (non-regulatory), dengan tujuan utamanya adalah
memberikan/menyediakan dan menyampaikan hal tertentu yang berupa informasi atau
berfungsi sebagai pedoman (panduan) spesifik dalam konteks bidang/isu tertentu.
Namun pada kenyataannya , kondisi yang banayak terjadi menunjukkan bahwa
c. Alokasi
anggaran yang dilakukan pemerintah dalam APBN jug dirasa belum menunjukkan
kesungguhan dalam mengoptimalkan mekanisme pasar .Belanja untuk subsidi dan
barang modal masih menempati posisi yang lebih dibandingkan belanja untuk
sektor lainnya. Hal itu bisa dilihat dari table dibawah ini.
3. Peranan
Pemerintah sebagai fungsi Distribusi. Distribusi pendapatan tergantung dari
pemilikan faktor-faktor produksi,permintaan dan penawaran faktor produksi,
sistem warisan dan kemampuan memperoleh pendapatan. Pemerintah masih dinilai belum optimal dalam
melakukan funsi distribusi baik distribusi faktor produksi maupun distribusi
pendapatan. Wilayah-wilayah Indonesia menunjukkan adanya perbedaan harga yang
menunjukkan tidak terjadi pendistrubisian dengan baik bahkan ada beberapa
wilayah yang mengalami kelangkaaan terhadap suatu barang, misalnya harga minya
di Papua barat yang mencapai rp.15.000 perliter ketika harga minyak tanah di Padang Rp.3500 Bahkan ada masyarakat yang
masih menggunakan minyak tanah sebagai alat tukar karena langkanya
ketersediaan.
2.
Pertanyaan:
Apakah anda setuju bahwa peningkatan daya saing adalah harga mati maka alokasi
anggaran untuk subsidi dialihkan untuk mendorong inovasi, tekhnologi dan
kapasitas pelaku usaha. Mengapa?
Jawaban
:
Say setuju jika daya
saing adalah harga mati, hal itu seiring yang dijelaskan oleh Kepala UKM Center Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Hilda
Fachriza yang mengemukan bahwa Keunggulan bersaing hanya dapat diraih melalui
produktivitas yang tinggi, teknologi yang lebih maju, inovasi pada berbagai
bidang, serta skala ekonomi yang bertumbuh dari kehadiran pasar global.
WEF mengelompokkan ke
dalam 12 pilar daya-saing, yaitu: institusi, infrastruktur, makroekonomi,
kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi, efisiensi pasar barang,
efisiensi pasar tenaga kerja, pasar keuangan, kesiapan teknologi, besaran
pasar, kecanggihan bisnis, dan inovasi. Selanjutnya ke 12 pilar itu
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok pilar, yaitu: kelompok persyaratan dasar,
kelompok penopang efisiensi, dan kelompok inovasi dan kecanggihan bisnis( Baca: Tabel penilaian daya
saing Indonesia versi WEF 2009-2012). Data tersebut menunjukkan bahwa rendahnya
daya saing Indonesia tidak hanya terkendala oleh keterbatasan anggran untuk
inovasi, tekhnologi dan peningkatan kapaasitas usaha tetapi juga disebabkan
oleh korupsi, birokrasi pemerintah yang tidak efisien, infrastruktur yang tidak
memadai, ketidakstabilan politik, akses pada pembiayaan, tenaga kerja yang
tidak terdidik(pendidikan), erika kerja yang buruk, ketidakstabilan kebijan
pemerintah, inflasi, pengaturan pajak, tingkat pajak, peraturan buruh yang
membatasi , tingginya suku bunga, rendahnya kualitas kesehatan, dan peraturan mata uang asing. Hambatan
tertinggi daya saing versi WEF selama 4 tahun adalah Birokrasi Pemerintah.
Namun
saya tidak setuju jika untuk meningkatkan daya saing ada alokasi subsidi yang
harus dihapuskan. Menurut saya daya saing Indonesia tidak hanya dibatasi oleh
keterbatasan anggaran tetapi ada permasalahan lainnya. Sehingga menurut saya bukan keputusan yang tepat jika
kita membuat kebijakan hanya fokus untuk melindungi ataupun meningkatkan satu
sektor dengan mengabaikan sektor lainnya sehingga dapat menyebabkan pihak lain
menjadi lebih menderita. Selain masalah keterbatasan anggaran untuk peningkatan
daya saing, permasalahan daya saing di Indonesia juga berkaitan dengan beberapa
hal, seperti:
1. Birokrasi
yang buruk. Birokrasi yang buruk yang ditunjukkan dengan tidak adanya
keterbukaan informasi dan standar operasional prosedur untuk menyebabkan
tingginya biaya sunk cost yang harus
dikeluarkan oleh pengusaha. Biaya yang tinggi untuk produksi akan mengakibatkan
lemahnya daya saing produk dari segi harga. Laporan World Economic Forum (WEF)
menyebutkan posisi daya saing ekonomi Indonesia turun empat tingkat dari posisi
46 pada 2011 menjadi di posisi 50 pada 2012. Indeks daya
saing WEF ditopang oleh tiga unsur, antara lain persyaratan dasar, penopang
efisiensi, serta faktor inovasi, dan kecanggihan. Birokrasi yang buruk
berkaitan erat dengan tingginya tingkat Korupsi di Indonesia
2. Pembangunan
infrastruktur yangmasih buruk menghambat terciptanya inovasi-inovasi baru dan
menciptakan akses pembiayaan yang mudah terhadap ide-ide inovatif.
3. Perlu
perhatian pemerintah terkait gerakan yang mendukung munculnya inovasi.
Perhatian pemerintah tidak hanya dapat dilakukan melalui alokasi anggaran
tetapi bisa juga melalui kebijakan teknis. Misalnya melalui sistem pendidikan,
pemerintah dapat membuat aturan/kebijakan yang mengarahkan pendidikan
dasar/kekhususan mengajarkan mengenai inovasi atauun pemerintah dapat
memberikan dukungan terhadap organisasi masyarakat yang konsisten terhadap
pengembangan inovasi dan daya saing yang diberikan dalam bentuk penghargaan.
Penghargaaan menjadi insentif tersendiri bagi banyak pihak untuk meningkatkan
kemampuan daya saingnya.
4. Tingginya
bunga kredit perbankan telah menghancurkan daya saing produk industri Indonesia
di pasar perdagangan global. Lemahnya daya saing bukannya membuat produk
Indonesia kalah bersaing di pasar global, tapi juga di pasar domestik. Di
Indonesia kalau kita pinjam bunganya 10%, sedangkan di Malaysia hanya 2%.
Bagaimana pengusaha kita bisa bersaing jika kita sudah dikalahkan 8% pada
langkah awalnya,” kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan
(http.www.neraca.co.id. pada “Bunga Kredit Tinggi Hancurkan Daya Saing”)
5. Peraturan
mengenai tenaga kerja dan buruh yang dirasa membaratkan bagi pengusaha. Oleh
karena itu perlunya kebijakan pemerintah yang tidak hanya melindungi tenaga
kerja tetapi juga melindungi pengusaha sebab peran pengusaha juga penting untuk
memastikan bahwa tenaga kerja dapat memperoleh kesempatan bekerja.
Oleh karena itu
kebijakan yang dibuat pemerintah harus menyelesaikan permasalahan utama
penyebab rendahnya daya saing bukan hanya mengatasi permaslahan yang bersifat
taktis. Untuk keperluan perencanaan
kebijakan maka pemerintah perlu
mencermati indikator daya-saing yang berperingkat rendah dan yang mengalami
penurunan, dan kemudian menyusun kebijakan/program/kegiatan peningkatan kinerja
pada indikator-indikator ini. Sehingga kebijakan yang dibuat menyentuh akar
permasalahan.
3. Pertanyaaan:
Apa latar belakang dan tujuan kenaikan harga BBM?
Jawaban:
Latar belakang kenaikan haraga BBM diantaranya adalah
- Jumlah volume konsumsi meningkat, sehingga mengharuskan peningkatan anggaran subsidi sedangkan batas defisit APBN sudah mendekati batas kewajaran defisit. Apaila kebijakan peningkatan harga BBM tidak dapat dilaksanakan maka defisit anggaran mencapai lebih dari 3,63 persen dari PDB Indonesia, berarti melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) APBN yang mensyaratkan defisit di bawah 3 persen. (Martowardojo. Kemenkeu 2010 – 2013).
- Harga minyak dunia mengalami kenaikan. Rata-rata Harga minyak mentah bulan Januari – April 2013 sudah mencapai US$ 108,39/barrel sedangkan rata-rata harga minyak mentah Indonesia tahun 2012 mencapai US$ 112,73 per barel Subsidi BBM 2013 berpotensi meningkat sehingga dapat melampaui angka yang ditetapkan dalam APBN 2013Subsidi BBM Tidak Tepat Sasaran(kementerian ESDM).
- Penggunaan subsidi BBM 55% digunakan untuk konsumsi kendaraan dengan rincian 9.68% mobil pribadi, 82.97 % sepeda motor, 2.58% bus (plat kuning dan hitam), 4.61% truk plat kuning dan hitam(Sumber : Susenad 2008, Komite Ekonomi Nasional, 2012). Sedangkan konsusmsi untuk produksi sebesar 45% , walaupun pengusaha Indonesia kelas kecil dan mikro sebesar 98% dari toral Pengusaha tetapi penggunaan konsumsi BBM oleh pengusaha mikro dan kecil serta nelayan tidak mendapati manfaat subsidi sebab mereka memperoleh BBM dari penjual BBM eceran.
4.
Melaksanakan Blue print energy 2025,
dimana isi blue print tersebut akan mengalokasikan peningkatan penggunaan
energy gas dan alternative lainnya sebagai pengganti BBM. Oleh karena itu perlu
kebijakan yang mendukung pengalihan pola konsumsi masyarakat. Pemerintah
memperkirakan jika harga BBM lebih mahal atau sama dengan harga gas dan
alternative lainnya maka masyarakat akan cenderung merubah pola konsumsi.
4. Pertanyaaan:
Apa pelaksanaan dan waktu pelaksanaan sudah tepat?
Jawaban:
Menurut saya kebijakan sudah tepat mengingat beberapa
pertimbangan seperti yang dikemukakan sebagai latar belakang dan tujuan
kebijakan tersebut. Selain itu terdapat beberapa
pertimbangan berdasarkan pengalaman kenaikan BBM ada periode sebelumnya seperti
Kenaikan BBM tidak berpengaruh terhadap
Inflansi. Kenaikan inflasi tahun 2006 pada saat kenaikan BBM lebih disebabkan
karena tekanan bahan pangan yang disebabkan terkendalanya pencapaian target
produksi pangan akibat anomali cuaca. (Katalog BPS 2013). Walaupun sempat
mengalami inflasi namun itu hanya berlaku pada enam bulan pertama pasca
kenaikan BBM(Sumber Bank Indonesia) begitupula dengan angka kemiskinan yang
sempat naik namun pada tahun berikutnya dapat turun melewati angkat ketka BBM
masih di subdisi(Sumber World Bank).
Sedangkan
untuk waktu pelaksanaan yang
dilakukan pada tanggal 1 Juni 2013 , menurut saya tidak tepat karena bulan
juni merupakan peningkatan inflasi 3x lebih besar dari biasanya.(Sumber Bank
Indonesia). Hal itu disebabkan pada bulan Juni biasanya bertepatan dengan hari
raya umat islam(puasa maupun lebaran) serta secara kalender akademis Juni
merupakan waktu kenaikan kelas sehingga membutuhkan biaya yang lebih besar
dibandingkan bulan-bulan lainnya. Sebaiknya kenaikan BBM diperhitungkan pada
bulan-bulan yang menunjukkan tren terjadi deflasi
yakni, Maret-April atau September-Oktober dan berkesinambungan serta bersinergi dengan rencana kebijakan
energi jangka panjang (energi panas bumi, gas, surya, dll).
5. Pertanyaaan:Apa saja bentuk syarat
perlu dan syarat cukup Kebijakan BBM?
Jawaban:
Syarat perlu (necessary
condition) kenaikan harga BBM adalah:
1.
Subsidi
Tidak Tepat Sasaran.
2.
Peningkatan defisit anggaran akibat peningkatan rencana anggaran subsidi
BBM
3.
Naiknya Harga Minyak (ICP) .
Syarat cukup (sufficient
condition) kenaikan harga BBM adalah:
1.
Realisasi penggunaaan kompensasi BBM sesuai dengan RAPBN
2.
Kejelasan penggunaan pengalihan anggaran subsidi
3.
Alokasi
energi BBM menjadi energi terbarukan.
Daftar Pustaka:
1.
Algifari. 2008.
Pengaruh Defisit Anggaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia. STIE YKPN Yogyakarta.
2.
Arwanto, H. 2012.
Peningkatan Daya Saing Indonesia. Bappenas
3.
Iman Rozani. 2013.
Perkembangan Sektor Pemerintah dan Kegagalan Pemerintah. Bahan Kuliah Ekonomi
Keuangan Publik. Universitas Indonesia
4.
Pindyck . 2008. Mikroekonomi. PT
Indeks. Jakarta
5.
Schwab, Klaus. 2012. The Global Competitiveness Report
2012-2013. World Economic Forum. Geneva, Switzerland
7.
Powerpoint tugas Kelompok Mahasiswa MPKP UI 2013
0 komentar:
Posting Komentar