Menurut pengertian yang dikeluarkan
oleh World Bank, GDP perkapita adalah jumlah nilai tambah bruto barang dan jasa
yang dihasilkan oleh semua produsen dalam negeri (termasuk ditambahkan pajak
produk dan dikurangi subsidi yang tidak termasuk dalam nilai produk) dibagi
jumlah penduduk di negara tersebut. Nilainya dikonversikan dalam dolar Amerika,
sehingga mata uang lokal suatu negara harus dikonversikan terlebih dahulu. GDP perworker adalah jumlah nilai tambah
bruto barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua produsen dalam negeri
(termasuk pajak produk dan dikurangi subsidi yang tidak termasuk dalam nilai
produk) dibagi jumlah pekerja. Sedangkan Labor/pekerja adalah semua orang yang
memasok tenaga kerja untuk produksi barang dan jasa selama periode tertentu
tetapi tidak termasuk ibu rumah tangga dan pengasuh yang belum dibayar lainnya
dan pekerja di sektor informal.
Sementara dalam praktiknya, pengertian
labor/pekerja setiap negara bervariasi. Melihat data Word Bank maka menarik
untuk mefokuskan pada analisa negara Indonesia dan Hongkong. Walaupun saat ini
Hongkong sebagai daerah admistratif China tetapi dalam data World Bank Hongkong
diukur sebagai sebuah negara untuk menghitung pertumbuhan. Hongkong dipilih karena memiliki keunikan
pada kondisi GDP perlabor dan GDP percapita. GDP perlabor mengalami kenaikan
walaupun jumlah pekerjanya menurun karena terjadi pemutusan hubungan kerja(PHK)
yang berimplikasi dari Krisis ekonomi global 2009.
GDP percapita dan GDP perlabor tahun 2009 dan 2010 Indonesia dan Hongkong
Negara
|
Jumlah Penduduk
|
% PEKERJA
|
Jumlah Pekerja
|
|||
2009
|
2010
|
2009
|
2010
|
2009
|
2010
|
|
INDONESIA
|
237414495
|
239870937
|
67,5
|
67,4
|
116407260
|
117961804
|
HONGKONG
|
7003700
|
7067800
|
60,3
|
60,1
|
3707358,84
|
3696470,82
|
Sumber: World Bank
Negara
|
GDP REAL
|
GDP PERCAPITA
|
GDP LABOR
|
|||
2009
|
2010
|
2009
|
2010
|
2009
|
2010
|
|
INDONESIA
|
539580000000
|
708027000000
|
2270
|
2950
|
4635
|
6002
|
HONGKONG
|
209283000000
|
224458000000
|
29900
|
31757
|
56450
|
60722
|
Sumber: World Bank
Pada
tahun 2009, GDP real Indonesia 2,58 kali lebih besar dari pada Hongkong yaitu
GDP Indonesia sekitar $539580000000
dan Hongkong $ 209283000000 sedangkan GDP percapita Indonesia
sekitar $2950 dan Hongkong
$ 31757. Data tersebut
menunjukkan bahwa GDP percapita Indonesia lebih kecil 10,8 kali dari GPD
Percapita Hongkong walupun secara GPD real Indonesia lebih besar. Hal itu
disebabkan jumlah penduduk Indonesia(237414495orang) lebih besar 33,89 kali dari
pada jumlah penduduk Hongkong(7003700orang). Hal itu terjadi karena GDP
Percapita dipengaruhi jumlah penduduk, sehingga semakin besar jumlah penduduk
maka jumlah GDP percapita akan semakin rendah.
Hal yang sama juga terjadi pada GDP pada tahun 2010, GDP
real Indonesia($708027000000)
3,15 kali lebih besar dari pada
Hongkong ($224458000000) sedangkan GDP percapita Indonesia
sekitar $2950 dan Hongkong
$ 29900. Data tersebut
menunjukkan bahwa GDP percapita Indonesia lebih kecil 14kali dari GPD Percapita
Hongkong walupun secara GPD real Indonesia lebih besar 3,15 kali dari Hongkong.
Hal itu disebabkan jumlah penduduk Indonesia(239870937orang) lebih besar 33,93 kali dari
pada jumlah penduduk Hongkong(7067800orang). Berdasarkan data perbandingan GDP
percapita tahun 2009 dan 2010 di Indonesia dan Hongkong terlihat bahwa terjadi
peningkatan GDP percapita di dua negara tersebut. Walaupun terjadi peningkatan
jumlah penduduk sebagai faktor pembagi GDP Real tetapi tidak terjadi penurunan
GDP percapita dikarenakn GDP real(sebagai faktor yang dibagi) juga mengalami
kenaikan yang besar.
Sedangkan GDP perlabor diperoleh dari hasil bagi antara
GDP real dibagi dengan jumlah pekerja. Pada tahun 2009, GDP perlabor Indonesia($ 4635) 12,17 kali lebih kecil dari Hongkong($ 56450). Hal itu terjadi karena
jumlah pekerja Hongkong (3707358 orang) lebih kecil 31,39 kali dari pada jumlah pekerja Indonesia(116407260
orang). Hal itu mengindikasikan
bahwa pekerja di Hongkong memiliki
produktifitas tinggi dibandingkan Indonesia yang ditunjukkan dari GDP perlabor Indonesia
lebih kecil. GDP perlabor dipengaruhi jumlah pekerja, sehingga semakin besar
jumlah pekerja dengan GDP real yang tetap maka GDP percapita akan semakin
rendah. Sedangkan pada tahun 2010 GDP
perlabor Indonesia($6002) 10.11 kali lebih
kecil dari Hongkong($60722).
Hal itu terjadi karena jumlah pekerja Hongkong (3696470orang) lebih kecil 31,91 kali dari pada jumlah pekerja
Indonesia(117961804orang).
GDP perlabor Hongkong dan Indonesia
pada tahun 2009 dan 2010 menunjukkan terjadi kenaikan. GDP perlabor Indonesia
pada 2010 meningkat $1366,89 atau senilai 29,49% dari GDP perlabor 2009.
Sedangkan GDP perlabor Hongkong pada 2010 meningkat $4271,54 atau sebesar 7,5%. Apabila dilihat
dari pertumbuhan jumlah pekerja maka terlihat bahwa jumlah pekerja Indonesia
bertambah sebesar 1554544 pekerja atau sebesar 1,33% sedangkan jumalah pekerja
Hongkong tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 10888 pekerja atau sebesar 0,29%.
GDP perkapita hanya
menunjukkan gambaran GDP perorang disuatu negara sehingga mengabaikan perbedaan
produktifitas antara yang bekerja dengan pengangguran. GDP perkapita yang tinggi bisa disebabkan
sedikitnya jumlah penduduk walaupun sebenarnya GDP real rendah. Kondisi
sebaliknya juga terjadi, apabila menggunakan perhitungan GDP perkapita maka negara
yang memiliki GDP Real tinggi dan GDP perkapita rendah karena disebabkan jumlah
penduduk yang terlalu banyak. Sehingga agar GDP percapita tinggi maka dengan
GDP real yang sama harus memiliki jumlah penduduk yang lebih sedikit.
GDP perlabor selalu
menunjukkan angka yang lebih besar dari pada GDP percapita karena pada GDP
perworker hanya membagi kepada jumlah pekerja sedangkan pada GDP perkapita
berarti GDP real harus dibagi dengan jumlah penduduk yang bekerja ditambah
dengan jumlah yang tidak bekerja. Sehingga hal itu menyebabkan GDP percapita
selalu rendah dari pada GDP perworker.
Ada beberapa hal
yang mempengaruhi GDP perworker, seperti yang diungkapkan oleh Hall and Jones(1999) dalam jurnalnya “Why Do
Some Countries Produce So Much More Output Per Worker Than Others?” Dalam hasil jurnal tersebut ditunjukkan adanya
perbedaan output perkapita dari 127 negara
. Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan output per-worker dilihat dari 3
komponen yaitu labor, skil labor dan
faktor produksi(residual). Secara ilmu ekonomi sederhana, banyaknya jumlah
labor(pekerja) , skill pekerja dan tekhnologi akan menghasilkan lebih banyak barang dan jasa
tetapi ternyata hasil jurnal menunjukkan pengaruh dari faktor produksi lain
yang selama ini dianggap tetap(residual/eror) memiliki pengaruh yang lebih
besar terhadap besarnya produksi.
Misalnya di suatu Negara jika birokrasinya sulit, aturannya banyak dan berliku,
masyarakat yang tidak kondusif baik dari segi keamanan dan politik maka
semuanya merupakan bagian dari social
infrastruktur yang dapat mempengaruhi output
per-worker sebab hal-hal tersebut akan termasuk dalam biaya
lain-lainnya(residual) yang dapat meningkatkan biaya transaksi. Sehingga biaya
transaksi akan mempengaruhi produktifitas. Besarnya pengaruh sosial infrastruktur
juga dipaparkan dalam doing business bahwa produktivitas suatu negara dapat
dilihat dari beberapa kategori yaitu kemudahan pembukaan usaha, perizinan
konstruksi dan registrasi properti. Dalam Doing
bussines menujukkan Output perworker amerika yang diberi indeks 1,000
dan rusia 0,417. Padahal jika dilihat perbedaan dalam capital maupun education hanya sedikit perbedaan. Kapital Rusia
1,231 sedangkan Amerika 1,000. Pendidikan Amerika menunjukkan indeks 1,000
sedangkan Rusia 0,724.Ternyata yang beda
jauh terletak dalam indeks A (residual) yaitu Rusia sebesar 0,468 dan
Amerika 1,000. Jurnal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan output per-worker disebabkan oleh faktor A (residual). Diteori
sederhana Solow menunjukkan bahwa A adalah produktivitas sedangkan dalam jurnal
Hall dan Jones menunjukkan secara lebih detail , bahwa variable di A adalah
variable yang dalam teori sederhana selalu diabaikanya itu dianggap cateris
paribus. Cateris paribus menjelaskan bahwa dalam kondisi tersebut tidak ada
perubahan pada faktorlain(kondisisempurna). Padahal sebenarnya
variabel-variabel yang dianggapcateris paribus tersebut memilik inilai yang
dapat mempengaruhi produktifitas.Misalnya di suatu Negara jika birokrasinya
sulit, aturannya banyak dan berliku, masyarakat yang tidak kondusif baik dari
segi keamanan dan politik maka semuanya merupakan bagian dari social infrastruktur yang dapat
mempengaruhi output per-worker sebab
hal-hal tersebut akan termasuk dalam biaya lain-lainnya(residual) yang dapat
meningkatkan biaya transaksi. Sehingga biaya transaksiakan mempengaruhi
produktifitas. (Data dapat dilihatseperti
table dibawah ini)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa GDP perworker yang
besar dengan kondisi jumlah pekerja yang
kecil menunjukkan terdapat produktifitas pekerja tinggi atau kondisi yang
kondusif untuk investasi atau terjadi keduanya.
0 komentar:
Posting Komentar