Kereta Ekonomi

Ini tuntutan kehidupan atau memang suka melanggar aturan?????

Perjalanan dari st Sudirman ke St UI hari ini mengalami kejadian menarik. Perjalanan dari Kemendikbud mengharuskan memilih menggunakan KRL Commuter Line sebagai satu-satunya angkutan yg efisien, hemat waktu dan uang. Awalnya saya mencoba untuk beristirahat tidur sejenak namun saya akhirnya lebih terarik mecuri dengar pembicaraan 2 orang(perempuan dan laki-laki setengah baya).

Perempuan: Kalau jam siang gini , gak ada kereta ekonomi terpaksa beli CRL padahal jadwal yg dulu kalau siang begini ekonomi lumayan kosong.
Laki-Laki: Iya kan , memang sengaja biar lebih tidak banyak pengeluaran KAI , kan kalau jam siang penumpang sedikit...

P : Tapi kalau orang-orang kaya kita yang kerja shift dan paruh waktu kan jadi semakin besar pengeluaran

L : Ya mau bagaimana lagi.....

Ternyata kebijakan jadwal kereta yang baru menyebabkan munculnya masalah baru bagi pengguna kereta ekonomi.

Perubahan jadwal ternyata belum mampu mengurangi kepadatan jumlah penumpang terlebih lagi saat ini perubahan jadwal juga disebabkan pengurangan kereta ekonomi yang sudah tidak layak pakai.

Jadwal Kereta yang baru menunjukkan kereta dari bogor ke jakarta sebanyak 7 kali keberangkatan pada jadwal padat(pukul 05.44-09.55 WIB)

Begitu juga ketika arus balik(jam 17.00-20.00) hanya ada 4 jadwal keberangkatan dengan jarak keberangkatan 1 jam.
Asumsi yang sama berlaku untuk Tanah-abang dan Bekasi

• Sempat tercetus ide(hanya sebuah ide , belum dilakukan analisis crystal ball untuk menghitung break event point dan net profit).  Bagaimana jika pemerintah menyediakan 8 kali keberangkatan untuk jadwal pagi dalam kurun waktu (pukul 05.44-0955) TAPI KERETA YANG DIGUNAKAN ADALAH CRL Commuter Line dengan tarif 4.500. Penambahan 1 kereta untuk jadwal padat mengingat asumsi bahwa kelebihan muatan setiap keberangkatan jadwal padat adalah sekitar 1/4 kapasitas seharusnya.

Jadi tertarik untuk menghitung Net Profit,,,